A.
Proses
Masuknya Agama Islam di Nusantara
Ada tiga teori tentang proses masuknya agama Islam
di Nusantara, yaitu:
1. Teori
Gujarat
Islam
masuk ke Indonesia pada abad ke-13 dan dibawa oleh bangsa Gujarat, India.
2. Teori
Mekkah
Islam
masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan dibawa oleh bangsa Arab.
3. Teori
Persia
Islam
masuk ke Indonesia pada abad ke-13 dan dibawa oleh bangsa Persia.
Agama Islam menjadi Agama yang paling
banyak pemeluknya di Indonesia karena penyebaran dilakukan dengan berbagai cara
yang kesemuanya mendukung meluasnya agama Islam di Nusantara.
1. Perdagangan
Pada abad
ke-7 M, bangsa Indonesia kedatangan para pedagang Islam dari Arab, Persia, dan
India. Mereka telah ambil bagian dalam kegiatan perdagangan di Indonesia. Hal
ini menimbulkan
jalinan hubungan dagang antara masyarakat Indonesia dan para pedagang Islam. Di
samping berdagang, sebagai seorang muslim juga mempunyai kewajiban berdakwah
maka para pedagang Islam juga menyampaikan dan mengajarkan agama dan kebudayaan
Islam kepada orang lain. Dengan cara tersebut, banyak pedagang Indonesia
memeluk agama Islam dan merekapun menyebarkan agama Islam dan budaya Islam yang
baru dianutnya kepada orang lain. Dengan demikian, secara bertahap agama dan
budaya Islam tersebar dari pedagang Arab, Persia, India kepada bangsa
Indonesia. Proses penyebaran Islam melalui perdagangan sangat menguntungkan dan
lebih efektif dibanding cara lainnya.
2. Perkawinan
Kedudukan
ekonomi dan sosial para pedagang yang sudah menetap makin membaik. Para
pedagang itu menjadi kaya dan terhormat, tetapi keluarganya tidak dibawa serta.
Para pedagang itu kemudian menikahi gadis – gadis setempat dengan syarat mereka
harus masuk Islam. Cara itu pun tidak mengalami kesulitan. Misalnya, perkawinan
Raden Rahmat ( Sunan Ampel ) dengan Nyai Gede Manila, putri Tumenggung
Wilatikta; perkawinan antara Raja Brawijaya dengan putri Jeumpa yang beragama
Islam kemudian berputra Raden Patah yang pada akhirnya menjadi Raja Demak. Karena pernikahan itulah, maka
banyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Kemudian diikuti oleh
rakyatnya. Dengan demikian Islam cepat berkembang.
3. Pendidikan
Perkembangan
Islam yang cepat menyebabkan muncul tokoh ulama atau mubalig yang menyebarkan
Islam melalui pendidikan dengan mendirikan pondok – pondok pesantren. Dan di
dalam pesantren itulah tempat pemuda pemudi menuntut ilmu yang berhubungan
dengan agama Islam. Yang jika para pelajar tersebut selesai dalam menuntut ilmu
mengenai agama Islam, mereka mempunyai kewajiban untuk mengajarkan kembali ilmu
yang diperolehnya kepada masyarakat sekitar. Yang akhirnya masyarakat sekitar
menjadi pemeluk agama Islam. Pesantren yang telah berdiri pada masa pertumbuhan
Islam di Jawa, antara lain Pesantren Sunan Ampel Surabaya yang didirikan oleh
Raden Rahmat ( Sunan Ampel ) dan Pesantren Sunan Giri yang santrinya banyak
berasal dari Maluku,
dll.
4. Politik
Seorang
raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang peranan penting
dalam proses Islamisasi. Jika raja sebuah kerajaan memeluk agama Islam,
otomatis rakyatnya akan berbondong - bondong memeluk agama Islam.
Karena,
masyarakat Indonesia memiliki kepatuhan yang tinggi dan raja selalu menjadi
panutan rakyatnya. Jika raja dan rakyat memeluk agama Islam, pastinya demi
kepentingan politik maka akan diadakannya perluasan wilayah kerajaan, yang
diikuti dengan penyebaran agama Islam.
5. Melalui dakwah di kalangan masyarakat
Di kalangan masyarakat Indonesia
sendiri terdapat juru – juru dakwah yang menyebarkan Islam di lingkungannya,
antara lain: Dato’ri Bandang menyebarkan agama Islam di daerah Gowa (Sulawesi
Selatan), Tua Tanggang Parang menyebarkan Islam di daearah Kutai (Kalimantan
Timur), seorang penghulu dari Demak menyebarkan agama Islam di kalangan para
bangsawan Banjar (Kalimantan Selatan), Para Wali menyebarkan agama Ilsam di
Tanah Jawa. Wali yang terkenal ada sembilan wali, yaitu:
a. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
b. Sunan Ampel (Raden Rahmat)
c. Sunan Bonang (Makdum Ibrahim)
d. Sunan Giri (Raden Paku)
e. Sunan Drajat (Syarifuddin)
f. Sunan Kalijaga (Jaka Sahid)
g. Sunan Kudus (Ja’far Sodiq)
h. Sunan Muria (Raden Umar Said)
i. Sunan Gunung Jati (Feletehan)
Para wali tersebut adalah orang
Indonesia asli, kecuali Sunan Gresik. Mereka memegan beberapa peran di kalangan
masyarakat sebagai:
a. Penyebar agama Islam
b. Pendukung kerajaan-kerajaan Islam
c. Penasihat raja-raja Islam
d. Pengembang kebudayaan daerah yang
telah disesuaikan dengan budaya Islam
Karena peran mereka itulah, maka
para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat.
6. Seni Budaya
Perkembangan
Islam dapat melalui seni budaya, seperti bangunan (masjid), seni pahat, seni
tari, seni musik, dan seni sastra. Cara seperti ini banyak dijumpai di Jogjakarta,
Solo, Cirebon, dls. Seni budaya Islam dibuat dengan cara mengakrabkan budaya
daerah setempat dengan ajaran Islam yang disusupkan ajaran tauhid yang dibuat
sederhana, sehalus dan sedapat mungkin memanfaatkan tradisi lokal, misalnya :
a. Membumikan
ajaran Islam melalui syair – syair. Contohnya : Gending Dharma, Suluk Sunan
Bonang, Hikayat Sunan Kudus, dan lain – lain.
b. Mengkultulrasikan
wayang yang sarat dokrin. Tokoh – tokoh simbolis dalam wayang diadopsi atau
mencipta nama lainnya yang bisa mendekatkan dengan ajaran Islam. Mencipta tokoh
baru dan narasi baru yang sarat pengajaran.
c. Membunyikan
bedug sebagai ajakan sholat lima waktu sekaligus alarm pengingat. Sebab insting
masyarakat telah akrab dengan gema bedug sebai pemanggil untuk acara keramaian.
d. Menggeser
tradisi klenik dengan doa – doa pengusir jin sekalugus doa ngirim leluhur.
Diantaranya yang disebut Tahlil.
7. Tasawuf
Seorang
Sufi biasa dikenal dengan hidup dalam keserhanaan, mereka selalu menghayati
kehidupan masyarakatnya yang hidup bersama di tengah – tengah masyarakatnya.
Para Sufi biasanya memiliki keahlian yang membantu masyarakat dan menyebarkan
agama Islam. Para Sufi pada masa itu diantaranya Hamzah Fansuri di Aceh dan
Sunan Panggung Jawa.
Dengan melalui saluran diatas, agama Islam dapat berkembang
pesat dan diterima masyarakat dengan baik pada abad ke-13. Dan adapun faktor –
faktor yang menyebabkan Islam cepat bekembang di Indonesia antara lain :
1. Syarat
masuk Islam hanya dilakukan dengan mengucapkan dua kelimat syahadat
2. Tata cara
beribadahnya Islam sangat sederhana
3. Agama yang
menyebar ke Indonesia disesuaikan dengan kebudayaan Indonesia
4. Penyebaran
Islam dilakuakn secara damai.
B.
KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA
1. Kerajaan Samudera Pasai
a. Letak
Kerajaan Samudera Pasai merupakan
kerajaan Islam pertama di bumi nusantara ini dan terletak di pantai timur
Sumatera bagian utara yang dekat jalur pelayaran perdagangan internasional,
Selat Malaka.
b. Sumber sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Samudera
Pasai sebenarnya tidak banyak. Sumber sejarahnya antara lain adalah makan
Sultan Malik as-Saleh dan catatan Ibnu Batutah dan Cheng Ho.
c. Sultan
1267-1297 : Sultan Malik as-Saleh
(Marah Silu)
1297-1326
ultan Malik Al Thahir (Sultan Malikul Thahir)
d. Peristiwa penting
Pada masa kekuasaan Sultan Malik Al-Thahir (1921-1236), terjadi
peristiwa penting yaitu saat Abdullah (putra Sultan Malik as-Saleh) memisahkan
diri ke Aru dan bergelar (Sultan Malikul Mansur).
e. Penyebab kemunduran
·
Kerajaan Majapahit berambisi menyatukan bumi nusantara.
·
Berdirinya Kerajaan Bandar Malaka yang letaknya lebih
strategis karena berada di daerah pusat Selat Malaka.
·
Setelah Sultan Malik Al-Thahir wafat, tidak ada yang
meggantikan tahta sehingga penyebaran agama
· Islam diambil dan diteruskan oleh
Kerajaan Aceh.
2. Kerajaan Aceh
a. Letak
Secara geografis, Kerajaan Aceh
terletak strategis di Sumatera bagian utara dekat jalur pelayaran perdagangan
internasional, sekitar Selat Malaka.
b. Sumber sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Aceh adalah
Masjid Raya Aceh, Masjid Raya Baiturrahman, catatan Lombard, dan asal-usul Aceh
yang berupa cerita turun-temurun.
c. Sultan
1511-1530 : Sultan Alaidin Ali
Mughayat Syah
1530-1539 : Sultan Salahuddin
1539-1571 : Sultan Alaidin Riayat
Syah (Sultan Al Qahhar)
1571-1579 : Sultan Husain Alaidin
Riayat Syah
1579-1580 : Sultan Zainal Abidin
1581-1587 : Sultan Alaidin Mansyur
Syah
1587-1589 : Sultan Mugyat Bujang
1589-1604 : Sultan Alaidin Riayat
Syah
1604-1607 : Sultan Muda Ali Riayat
Syah
1607-1636 : Sultan Iskandar Muda
(Dharma Wangsa Perkasa Alam Syah)
1636-1641 : Sultan Iskandar Sani
d. Peristiwa penting
Salah satu peristiwa penting yang
dialami Kerajaan Aceh adalah Perang Aceh, yaitu dimulai sejak Belanda
menyatakan perang terhadap Kerajaan Aceh.
e. Penyebab kemunduran
· Setelah Sultan Iskandar Muda wafat,
tidak ada lagi sultan yang mampu mengendalikan daerah Kerajaan Aceh yang
begitu luas.
· Di masa Sultan Iskandar Sani,
disinilah masa-masa kemunduran dan setelah beliau wafat, kemunduran itu lebih
terasa sangat mundur.
· Timbulnya pertikaian terus menerus
di Kerajaan Aceh antara golongan bangsawan (teuku) dengan golongan ulama
(teungku) yang mengakibatkan melemahnya Kerajaan Aceh.
·
Daerah-daerah bawahan
banyak yang melepaskan diri seperti Johor, Pahang, Perak, Minangkabau,
dan Siak.
3. Kerajaan Demak
a. Letak
Kerajaan Demak pada masa itu berada di tepi laut, berada di
Kampung Bintara, menjadi Kota Demak, Jawa Tengah.
b. Sumber sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Demak yaitu Masjid Agung Demak. Ada
juga sumber sejarah yang lain, yaitu Pintu Bledeg, Piring Campa, Saka Tatal,
Dampar Kencana, serta makam sultan-sultan Kerajaan Demak.
c. Sultan
1518-1521 : Pati Unus
1521-1548 : Sultan Trenggana
1521-1548 : Sultan Trenggana
d. Peristiwa penting
Peristiwa penting yang pernah
terjadi di Kerajaan Demak yaitu di Masjid Agung Demak, pada tahun 1668 Sunan
Amangkurat II dari Kerajaan Mataram Islam mengucap sumpah setia terhadap
perjanjian dengan Belanda yang ditandatangani setelah Kapten Tack di Kartasura.
e. Penyebab kemunduran
· Setelah Sultan Trenggono, terjadi
perebutan kekuasaan antara Pangeran Seda di Lepen dan Sunan Prawoto (putra
Sultan Trenggana)
· Raden Patah kurang menarik simpati orang-orang
pedalaman dan bekas rakyat Kerajaan Majapahit
4. Kerajaan Pajang
a. Letak
Kerajaan Pajang yang sekarang
tinggal batas-batas fondasinya saja berada di perbatasan Kelurahan Pajang, Kota
Surakarta dan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.
b. Sumber sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Pajang
adalah salah satu peninggalan karya sastra Islam yaitu Babad tanah Jawi.
c. Sultan
1549-1582 : Jaka Tingkir
(Hadiwijaya)
1583-1586 : Arya Pangiri (Ngawantipuro)
1586-1587 : Pangeran Benawa (Prabuwijoyo)
1583-1586 : Arya Pangiri (Ngawantipuro)
1586-1587 : Pangeran Benawa (Prabuwijoyo)
d. Peristiwa penting
· Ki Ageng Pamanahan dihadiahi wilayah
Mataram oleh Sultan Hadiwijaya atas jasanya mengalahkan Arya Panangsang.
· Ki Ageng Pamanahan membangun istana
di Pasargede atau yang sekarang disebut Kotagede.
· Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya
sebagai penguasa baru di Mataram.
· Pasukan Kesultanan Pajang yang
menyerbu Mataram porak-poranda diterjang letusan Gunung Merapi.
e. Penyebab kemunduran
· Sultan Hadiwijaya sakit dan wafat.
· Pemerintahan Arya Pangiri disibukkan
dengan balas dendam terhadap Kerajaan Mataram Islam.
· Pangeran Benawa bersekutu dengan
Sutawijaya menyerbu Kerajaan Pajang.
· Perang Kerajaan Pajang melawan
Kerajaan Mataram Islam dan Jipang berakhir kekalahan Arya Pangiri.
· Tidak ada pengganti tahta kerajaan
setelah Pangeran Benawa.
· Sutawijaya sendiri mendirikan
Kerajaan Mataram Islam.
5. Kerajaan Mataram Islam
a. Letak
Kerajaan Mataram Islam asal-usulnya adalah suatu Kadipatan di bawah Kesultanan Pajang dan berpusat di Bumi Mentaok yang diberikan pada Ki Ageng Pamanahan sebagai hadiah jasanya. Kerajaan Mataram Islam juga beribukota di Kota Gede, Karta, dan Pleret.
Kerajaan Mataram Islam asal-usulnya adalah suatu Kadipatan di bawah Kesultanan Pajang dan berpusat di Bumi Mentaok yang diberikan pada Ki Ageng Pamanahan sebagai hadiah jasanya. Kerajaan Mataram Islam juga beribukota di Kota Gede, Karta, dan Pleret.
b. Sumber sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Mataram
Islam sebenarnya terbatas, yaitu berasal dari naskah Babad, Serat, dan tradisi
lisan.
c. Sultan
1587-1601 : Panembahan Senopati
(Raden Sutawijaya)
1601-1613 : Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang)
1613-1645 : Sultan Agung (Raden Mas Rangsang)
1645-1677 : Amangkurat I (Sinuhun Tegal Arum)
1601-1613 : Panembahan Hanyakrawati (Raden Mas Jolang)
1613-1645 : Sultan Agung (Raden Mas Rangsang)
1645-1677 : Amangkurat I (Sinuhun Tegal Arum)
d. Peristiwa penting
· Mataram menjadi Kerajaan dengan
Sutawijaya sebagai sultan.
· Panembahan Hanyakrawati dikenal
sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak" karena wafat saat berburu.
· Pertentangan dan perpecahan keluarga
kerajaan dimanfaatkan oleh VOC.
e. Penyebab kemunduran
Kemunduran Kerajaan Mataram Islam
berawal kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai Jawa dari Belanda.
6. Kerajaan Cirebon
a. Letak
Letak Kerajaan Cirebon adalah di
pantai utara Pulau Jawa.
b. Sumber sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Cirebon
menurut Sulendraningrat adalah berasal dan mendasar dari atau pada Babad Tanah Sunda
dan Atja.
c. Sultan
1455-1479 : Pangeran Cakrabuana
1479-1568 : Sunan Gunung Jati
1568-1570 : Fatahillah
1570-1649 : Panembahan Ratu I
1649-1677 : Panembahan Ratu II
1479-1568 : Sunan Gunung Jati
1568-1570 : Fatahillah
1570-1649 : Panembahan Ratu I
1649-1677 : Panembahan Ratu II
d. Peristiwa penting
Sunan Gunung Jati mengembangkan
Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat.
e. Penyebab kemunduran
· Terjadinya kevakuman kekuasaan.
· Terjadi perpecahan diantara
putra-putra Raja Cirebon.
· Ikut campur VOC dalam mengatur
Kerajaan Cirebon.
7. Kerajaan Banten
a. Letak
Kerajaan Banten terletak di Provinsi
Banten.
b. Sumber sejarah
Sumber sejarah tentang Kerajaan
Banten sangat sedikit dapat ditemukan karena di abad XVI Kerajaan Banten telah
menjadi pelabuhan Kerajaan Sunda. Dan salah satu sumber sejarah Kerajaan Banten
adalah catatan dari Ten Dam.
c. Sultan
1552-1570 : Maulana Hasanuddin
1570-1585 : Maulana Yusuf
1585-1596 : Maulana Muhammad
1596-1647 : Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir
1647-1651 : Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad
1651-1682 : Sultan Ageng Tirtayasa
1683-1687 : Sultan Haji
1570-1585 : Maulana Yusuf
1585-1596 : Maulana Muhammad
1596-1647 : Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir
1647-1651 : Sultan Abu al-Ma'ali Ahmad
1651-1682 : Sultan Ageng Tirtayasa
1683-1687 : Sultan Haji
d. Peristiwa penting
· Sultan Ageng Tirtayasa menolak VOC
menerapkan mono poli.
· Rakyat Kerajaan Banten membuat VOC
kewalahan dengan merusak kebun tebu milik VOC.
· Kemenangan Sultan Haji menandai
berakhirnya kejayaan Kerajaan Banten
e. Penyebab kemunduran
Terjadi perang saudara di Kerajaan
Banten antara saudara Maulana Yusuf dengan pembesar Kerajaan Banten.
8. Kerajaan Makassar
a. Letak
Kerajaan Gowa dan Tallo bergabung
menjadi satu dengan nama Kerajaan Makassar yang terletak di Sulawesi Sekatan.
b. Sumber sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Makassar adalah berasal dari catatan Tome Pires.
Sumber sejarah Kerajaan Makassar adalah berasal dari catatan Tome Pires.
c. Sultan
1591-1639 : Sultan Alaudin
1639-1653 : Sultan Muhammad Said
1653-1669 : Sultan Hasanudin
1639-1653 : Sultan Muhammad Said
1653-1669 : Sultan Hasanudin
d. Peristiwa penting
Kerajaan Makassar terdesak setelah
VOC menjalin kerja sama dengan Raja Bone di Aru Palaka.
e. Penyebab kemunduran
· Terjadi pertentangan keluarga
bangsawan.
· Tidak ada regenerasi yang cakap.
· Kerajaan Makassar terdesak setelah
VOC menjalin kerja sama dengan Raja Bone di Aru Palaka.
9. Kerajaan Ternate dan Tidore
a. Letak
Kerajaan Ternate dan Tidore adalah
kerajaan Islam di Maluku dan merupakan kerajaan terlama yang pernah berdiri di
Nusantara.
b. Sumber sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Ternate dan
Tidore masih belum jelas karena tidak memiliki kutipan pada kalimat. Jadi,
sumber sejarah Kerajaan Ternate adalah berupa catatan kaki yang sulit
diterjemahkan karena tidak memiliki kutipan yang disebut pada zaman itu yaitu
Royal Ark Ternate.
c. Sultan
1486-1500 : Sultan Zainal Abidin
1500-1534 : Sultan Tabariji
1534-1570 : Sultan Hairun
1570-1583 : Sultan Baabullah
1500-1534 : Sultan Tabariji
1534-1570 : Sultan Hairun
1570-1583 : Sultan Baabullah
d. Peristiwa penting
· Portugis diizinkan mendirikan
benteng di Ternate dengan alasan untuk melindungi Ternate.
· Di masa pemerintahan Sultan Hairun
berhasil mengusir Spanyol dari tanah Maluku.
· Di masa pemerintahan Sultan
Baabullah berhasil merebut benteng Portugis di Ternate bahkan mengusirnya dari
tanah Maluku.
e. Penyebab kemunduran
· Adu domba Tidore dilakukan bangsa
asing
· VOC menguasai rempah-rempah di
Maluku
C.
AKULTURASI KEBUDAYAAN ISLAM HUNDU
BUDHA DAN BUDAYA LOKAL
Bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam,
berkembang pula kebudayaan Islam di Indonesia. Unsur kebudayaan Islam itu
lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan Indonesia tanpa
menghilangkan kepribadian Indonesia, sehingga lahirlah kebudayaan baru yang
merupakan akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam. Akulturasi kebudayaan
Indonesia dan Islam itu juga mencakup unsur kebudayaan Hindu-Budha. Perpaduan
kebudayaan Indonesia dan Islam, antara lain dapat dilihat sebagai berikut:
1. Seni Bangunan.
Misalnya bangunan makam. Makam sebagai hasil kebudayaan
zaman Islam mempunyai ciri-ciri perpaduan antara unsur budaya Islam dan unsur
budaya sebelumnya, seperti berikut ini;
a. Fisik Bangunan. Pada makam Islam
sering kita jumpai bangunan kijing atau jirat (bangunan makam yang terbuat dari
tembok batu bata) yang kadang-kadang disertai bangunan rumah (cungkup) di
atasnya. Dalam ajaran Islam tidak ada aturan tentang adanya kijing atau
cungkup. Adanya bangunan tersebut merupakan ciri bangunan candi dalam ajaran
Hindu-Budha. Tidak berbeda dengan candi, makam Islam, terutama makam para raja,
biasanya dibuat dengan megah dan lengkap dengan keluarga dan para pengiringnya.
Setiap keluarga dipisahkan oleh tembok dengan gapura (pintu gerbang) sebagai
penghubungnya. Gapura itu belanggam seni zaman pra-Islam, misalnya ada yang
berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi.
b. Tata Upacara Pemakaman. Pada tata
cara upacara pemakaman terlihat jelas dalam bentuk upacara dan selamatan
sesudah acara pemakaman. Tradisi memasukkan jenazah dalam peti merupakan unsur
tradisi zaman purba (kebudayaan megalithikum yang mengenal kubur batu) yang
hidup terus menerus sampai sekarang. Demikian pula, tradisi penaburan bunga di
makam dan upacara selamatan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus
hari, dan seribu hari untuk memperingati orang yang telah meninggal merupakan
unsur Islam dan juga unsur agama Hindu-Budha. Dan hingga saat ini tetap
dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Islam.
c. Penempatan Makam. Dalam penempatan
makampun terjadi akulturasi antara kebudayaan lokal, Hindu-Budha dan Islam.
Misalnya, makam terletak di tempat yang lebih tinggi dan dekat dengan masjid.
Contohnya, makam raja-raja Mataram yang terletak di bukit Imogiri dan makam
para wali yang berdekatan dengan masjid. Dalam agama Hindu-Budha makam dalam
candi.
2. Bangunan Masjid. Bangunan masjid
merupakan salah satu wujud budaya Islam yang berfungsi sebagai tempat ibadah.
Dalam sejarah Islam, masjid memiliki perkembangan yang beragam sesuai dengan
daerah tempat berkembangnya. Di Indonesia, masjid mempunyai bentuk khusus yang merupakan
perpaduan budaya Islam dengan budaya setempat. Perpaduan budaya pada bangunan
masjid terlihat pada;
a. Bentuk Bangunan. Bentuk masjid di
Indonesia, terutama di pulau Jawa, bentuknya seperti pendopo (balai atau ruang
besar tempat rapat) dengan komposisi ruang yang berbentuk persegi dan beratap
tumpang. Cirri khusus bangunan masjid di Timur Tengah biasanya bagian atapnya
berbentuk kubah, tetapi di Jawa diganti dengan atap tumpang dengan jumlah
susunan bertingkat dua, tiga, dan lima.
b. Menara. Menara merupakan bangunan
kelengkapan masjid yang dibangun menjulang tinggi dan berfungsi sebagai tempat
menyerukan azan, yaitu tanda datangnya waktu shalat. Di Jawa terdapat bentuk
menara yang dibuat seperti candi dengan susunan bata merah dan beratap tumpang,
seperti menara masjid Kudus (Jawa Tengah).
c. Letak Bangunan. Dalam ajaran Islam,
letak bangunanmasjid tidak diatur secara khusus. Namun, di Indonesia,
penempatan masjid khususnya masjid agung, diatur sedemikian rupa sesuai dengan
komposisi mocopat (yaitu masjid ditempatkan di sebelah barat alun-alun), dan
dekat dengan istana (keraton) yang merupakan symbol tempat bersatunya rakyat
dengan raja di bawah pimpinan imam. Selain itu, adanya kentongan atau bedug
yang dibunyikan di masjid Indonesia sebagai pertanda masuknya waktu shalat. Hal
itu juga menunjukkan adanya unsur Indonesia asli. Bedug atau kentongan tidak
ditemukan pada masjid di Timur Tengah.
d. Seni Rupa. Wujud akulturasi
kebudayaan Indonesia dan islam pada seni rupa dapat dilihat pada ukiran
bangunan makam. Hiasan pada jirat (batu kubur) yang berupa susunan bingkai
meniru bingkai candi. Pada dinding rumah, makam dan gapura terdapat corak dan
hiasan yang mirip dengan corak dan hiasan yang terdapat pada Pura Ulu Watu dan
Pura Sakenan Duwur di Tuban (Jawa Timur). Salah satu cabang seni rupa yang
berkembang pada awal penyebaran agama Islam di Indonesia adalah seni kaligrafi.
Kaligrafi tersebut biasanya digunakan untuk menghias bangunan makam atau
masjid.
3. Aksara. Akulturasi kebudayaan
Indonesia dan Islam dalam hal aksara diwujudkan dengan berkembangnya tulisan
Arab Melayu di Indonesia, yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menulis dalam
bahasa Melayu. Tulisan Arab Melayu tidak menggunakan tanda a, i, u seperti
lazimnya tulisan Arab. Tulisan Arab Melayu disebut dengan istilah Arab gundul.
4. Seni Sastra. Kesusastraan pada zaman
Islam banyak berkembang di daerah sekitar selat Malaka (daerah Melayu) dan
Jawa. Pengaruh yang kuat dalam karya sastra pada zaman Islam berasal dari
Persia. Misalnya, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Bayan Budiman, dn Cerita 1001
Malam. Di samping itu, pengaruh budaya Hindu-Budha juga terlihat dalam karya
sastra Indonesia. Misalnya, Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama, Hikayat
Kuda Semirang, dan Syair Panji Semirang.
Cara penulisan karya sastra pada zaman Islam dilakukan dalam
bentuk gancaran dan tembang. Di Jawa, tembang merupakan suatu bentuk yang
lazim, tetapi di daerah Melayu, tembang dan gancaran ada semua. Cerita yang
ditulis dalam bentuk gancaran disebut hikayat, sedangkan cerita yang ditulis
dalam bentuk tembang disebut syair. Di daerah Melayu, karya sastra itu ditulis
dengan menggunakan huruf Arab, sedangkan di Jawa, naskah itu ditulis dengan
menggunakan huruf Jawa dan Arab (terutama yang membahas soal keagamaan).
5. Sistem Pemerintahan. Pengaruh agama
Islam di Indonesia juga terjadi dalam bidang pemerintahan sehingga terjadi
akulturasi antara kebudayaan Islam dan kebudyaan pra-Islam. Sebelum masuknya
agama Islam, di Indonesia telah berkembang sistem pemerintahan dalam bentuk
kerajaan. Raja mempunyai kekuasaan besar dan bersifat turun-temurun. Masuknya
pengaruh Islam mengakibatkan perubahan struktur pemerintahan dalam penyebutan
raja. Raja tidak lagi dipanggil maharaja, tetapi diganti dengan julukan sultan
atau sunan (susuhunan), panembahan, dan maulana. Pada umumnya nama raja pun
disesuaikan dengan nama Islam (Arab).
Akulturasi dalam penyebutan nama
raja di Jawa lebih kelihatan karena raja tetap memakai nama Jawa dibelakang
gelar sultan, sunan, atau panembahan, seperti Sultan Trenggono. Di samping itu,
juga muncul tradisi baru di Jawa, yaitu pemakaian gelar raja secara
turun-temurun, sedangkan untuk membedakan raja yang satu dengan yang lainnya
ditentukan dengan menambah angka urutan di belakang gelar, seperti
Hamengkubuwono I, II, III, dan seterusnya.
Begitu pula, dengan sistem
pengangkatan raja pada masa berdirinya kerajaan Islam di Nusantara tetap tidak
mengabaikan cara-cara pengangkatan raja pada masa sebelumnya. Di Kerajaan Aceh,
tata cara pengangkatan raja diatur dalam permufakatan hukum adat.
Catatan tambahan:
Di Kerajaan Aceh, tata cara
pengangkatan raja diatur dalam permufakatan hukum adat. Tata cara pengangkatan
raja di Kerajaan Aceh adalah raja berdiri di atas tabal (tabuh/beduk yang
dipalu pada ketika meresmikan penobatan raja, mengumumkan penobatan raja), kemudian
disertai ulama sambil membawa al-Qur’an berdiri di sebelah kanan dan perdana
menteri memegang pedang di sebelah kiri. Di Jawa, pengangkatan raja dilakukan
oleh para wali. Raden Fatah menjadi Sultan Demak dengan permufakatan para wali
dan dilakukan di masjid Demak. Pengangkatan Sultan Hadiwijaya dari Kesultanan
Pajang dan Penembahan Senopati dari Mataram juga tidak terlepas dari peran Wali
Sanga. Perbedaan tata cara pengangkatan raja di setiap daerah menunjukkan bahwa
tradisi lokal tetap digunakan.
6. Sistem Kalender. Wujud akulturasi
budaya Indonesia dan Islam dalam sistem kalender dapat dilihat dengan
berkembagnnya sistem kalender Jawa atau Tarikh Jawa. Sistem kalender tersebut
diciptakan oleh Sultan Agung dari Mataram pada tahun 1043 H atau 1643 M. Sebelum
masuknya budaya Islam, masyarakat Jawa telah menggunakan kalender Saka yang
dimulai tahun 78 M. Dalam kalender Jawa, nama bulan adalah Sura, Safar, Mulud,
Bakda Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Ruwah, Pasa, Syawal,
Zulkaidah, dan Besar. Nama harinya adalah Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat,
Sabtu, dan Ahad yang dilengkapi hari pasaran, seperti Legi, Pahing, Pon, Wege,
dan Kliwon.
7. Filsafat. Filsafat merupakan
disiplin ilmu yang berusaha menjawab masalah-masalah yang tidak terjawab oleh
disiplin ilmu yang lain. Filsafat akan mencari suatu kebenaran yang hakiki.
Dalam mencari kebenaran, umat Islam menggunakan pendekatan tasawuf. Tasawuf
adalah ilmu yang mempelajari tentang orang-orang yang langsung mencari Tuhan
karena terdorong oleh cinta dan rindu terhadap Tuhan. Mereka meninggalkan
masyarakat ramai dan kemewahan dunia serta mendekatkan diri kepada Tuhan dengan
seluruh jiwa dan raga mereka. Para pencari Tuhan itu mengembara ke mana-mana.
Mereka dinamakan sufi dan alirannya dinamakan tasawuf. Bersamaan dengan
perkembangan tasawuf, muncul tarekat di Indonesia, seperti tarekat qadariyah.
Tarekat adalah jalan atau cara yang ditempuh oleh kaum sufi untuk mendekatkan
dirinya kepada Allah. Bentuk akulturasi ilmu tasawuf dengan budaya pra-Islam
tampak dalam hal-hal sebagai berikut:
a. Aliran Kebatinan
Dalam rangka mendekatkan diri kepada
Tuhan, muncul usaha mencari Tuhan dari kalangan sufi. Seperti ajaran
manunggaling kawulo gusti yang diajarkan oleh Syeikh Siti Jenar. Ajaran Syeikh
Siti Jenar banyak dipengaruhi oleh unsur budaya pra-Islam. Akibatnya, ia
dihukum oleh para wali, karena dianggap menyesatkan.
b. Filsafat Jawa
Filsafat Jawa sangat erat sekali
hubungannya dengan dunia pewayangan. Oleh karena itu, dalam penyebaran Islam di
pulau Jawa para walimenggunakan wayang sebagai medianya. Tokoh yang terkenal
adalah Sunan Kalijaga
Why can emptiness be so heavy?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusThis was a nice read though baby. I love you
BalasHapus